Review Jurnal : Prevalensi dan Prediktor dari Teks dan Visual Cybersex Dikalangan Remaja.

I. Latar Belakang Masalah


A. Masalah 

Penelitian dilakukan karena saat ini cybersex sudah tidak asing lagi di kalangan remaja. Ada dua jenis yaitu ada komunikasi seksual online berupa teks dan ada juga yang berupa visual. 


B. Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan bertujuan untuk mengetahui kebenaran dari hipotesis kepuasan dan hiburan untuk lebih menjelaskan mengenai berbagai jenis dari cybersex. Lebih lanjut lagi akan diuji apakah teks membangkitkan gairah percakapan seksual online dan lebih umum diantara kecemasan remaja dan apakah lebih banyak tipe komunikasi sexual online diantara kalangan remaja dengan level kecemasan sosial yang rendah atau apakah kebiasaan cybersex perlu dilihat sebagai respon terhadap kebutuhan sensasi.


II. Metode



A. Metode yang digunakan 

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif.


B. Sample / subjek penelitian

Subjek penelitian adalah 2 kelompok belajar dari Sekolah Menengah di Belgia, dengan izin dari kepala sekolah. Kelompok pertama, direkrut berdasarkan surat yang didistribusikan dari sekolah-sekolah. Kelompok kedua, direkrut berdasarkaan situs jaringan sosial Netlog.com. Subjek penelitian berjumlah sebanyak 549 anak (usia 15-18 tahun). Alat ukur yang digunakan adalah instrumen pengumpulan data berupa angket atau kuisioner.


III. Pembahasan



Prevalensi dan Prediktor dari Teks dan Visual Cybersex Dikalangan Remaja.



Penelitian terdiri dari beberapa sampel berkaitan dengan aktifitas seksual online, seperti mengunjungi website, mencari pasangan untuk kencan atau untuk berhubungan seksual dan mencari informasi terkait seksual. Dijelaskan di penelitian ini, dalam aktifitas online dapat memberikan kepuasan seksual dengan cara terlibat dalam sesi seksual chatting. (e.g., Boies, 2002; Peter and Valkenburg, 2008)



Menurut penelitian OSA (Online Sexual Activities) ditemukan bahwa remaja mengeksplor internet untuk mencari bahan seksual dan secara berulang berkomunikasi mengenai topik seksual. (e.g., Braun-Courville and Rojas, 2009; Peter and Valkenburg, 2008; Subrahmanyam et al., 2006). 

Dalam pandangan ini, penting untuk memperluas pemahaman kita mengenai cybersex dikalangan remaja. Tujuan dari penelitian ini untuk mengatasi dua celah nyata di dalam literature saat ini. Pertama, kita akan menyelidiki cybersex dari perspektif yang luas dengan menjelaskan perbedaan bentuk-bentuk cybersex. Kedua, kita akan menguji model penjelasan umum dalam aktivitas seksual online, hipotesis kepuasan dan hiburan. Hipotesis kepuasan memprediksi bahwa orang terlibat aktivitas seksual di internet untuk memuaskan ketidakpuasan seksual di dalam hidup nyata mereka. Hipotesis hiburan bergantung pada pencarian sensasi dan menyatakan bahwa orang yang terlibat seksual dalam internet ditandai dengan kebutuhan sensasi dan hiburan yang kuat. (Peter and Valkenburg, 2007)


Tipe cybersex: Tipe Komunikasi dengan Pasangan.

Sebagian besar penelitian, contohnya, sudah dilakukan dalam konteks yang lebih dalam, lebih dari sekedar teks, seperti “chat room”. (e.g., Subrahmanyam et al., 2006; Ybarra and Mitchell, 2008). Mengingat banyaknya alat komunikasi untuk lebih memahami cybersex, dalam satu waktu bisa bersamaan melihat dan mendengar percakapan seksual. Komunikasi visual yang sangat jelas (misalnya, telanjang atau masturbasi di depan webcam).
Hipotesis Kepuasan dan Hiburan. 
Dalam rangka menjelaskan mengenai orang yang mencari “casual dates” di internet, Peter dan Valkenburg (2007) menghasilkan dua tipe hipotesis. Hipotesis kepuasan mengacu pada pertanyaan apakah interaksi online dapat menjadi alternatif yang berharga dan tepat untuk orang yang kesulitan berinteraksi secara langsung. Hipotesis kepuasan memprediksi bahwa “casual dates” dalam rangka mengimbangi kecemasan dalam berkencan dan rendahnya penghargaan diri mereka. Hipotesis hiburan, keadaan orang yang mencari “casual dates” di internet adalah pencari sensasi tinggi. Dalam penelitiannya, Peter dan Valkenburg (2007) menemukan dukungan untuk hipotesisnya, bahwa “casual dates” lebih sering dilakukan oleh orang yang memiliki sensasi tinggi dibandingkan orang dengan sensasi rendah. Beberapa penelitian menemukan bahwa orang yang memiliki kecemasan sosial yang tinggi lebih sering terlibat komunikasi online (e.g., Bonetti et al., 2010; Gross, 2004; McKenna and Bargh, 2000).


Cybersex sebagai Kepuasan: Hipotesis Kepuasan 

Beberapa penelitian yang ditujukan untuk hipotesis kepuasan (e.g., Bonetti et al., 2010; Gross, 2004) memiliki tujuan ke arah konsep kecemasan sosial. Kecemasan sosial memiliki pengaruh yang buruk terhadap fungsi sosial remaja, termasuk pembentukan teman baik dan hubungan seksual. (La Greca and Lopez, 1998). Kemudian kecemasan sosial pada remaja akan bergantung pada internet untuk mengatasi kecemasan sosial mereka dan untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang dan seksualitas. Penelitian yang telah teruji menunjukan bahwa remaja menggunakan internet untuk mengatasi kecemasan sosial (Bonetti et al., 2010), yang mengarah pada gagasan kepuasan. 
Berikut adalah hipotesisnya:
H1 a : Remaja dengan tingkat kecemasan sosial tinggi terlibat lebih sering dalam 
percakapan online yang membangkitkan gairah seksual dibanding remaja dengan tingkat kecemasan yang rendah.
H1 b : Remaja dengan kecemasan sosial yang tinggi terlibat lebih sering pada tipe percakapan online yang membangkitkan gairah dalam bentuk visual, seperti mengirim foto seksi mereka, tidak mengenakan baju atau masturbasi di depan webcam dibanding remaja dengan tingkat kecemasan sosial yang rendah.
Tujuan selanjutnya dari penelitian ini untuk meneliti apakah hipotesis juga ini mengenai remaja gay, lesbian dan biseksual, karena telah ditunjukan bahwa media komunikasi memiliki arti dan fungsi yang berbeda untuk gay, lesbian dan biseksual (e.g., Cooper et al., 2000; Daneback et al., 2005). Gay, lesbian dan biseksual lebih sering terlibat dalam cybersex untuk melindungi kerahasiaan diri mereka.


Cybersex sebagai Hiburan: Hipotesis Hiburan

Hipotesis hiburan berhubungan dengan konsep pencarian sensasi, “kebutuhan sensasi yang kompleks, pengalaman dan kemauan untuk mengambil resiko fisik dan sosial (Peter and Valkenburg, 2007). Pencarian sensasi mempengaruhi perilaku seksual. Seto et al. (1995) mengindikasi bahwa pencarian sensasi berkaitan dengan keragaman aktifitas seksual yang lebih banyak. Dalam penelitian ini, akan lebih menguji apakah keterkaitan dalam orientasi chat seksual lebih umum pada remaja dengan pencari sensasi yang tinggi.
Untuk itu, dibawah ini adalah hipotesisnya:
H2 : Remaja pencari sensasi yang tinggi lebih sering terlibat pada percakapan online yang membangkitkan gairah seksual dibanding dengan remaja pencari sensasi yang rendah.


IV. Kesimpulan



Hipotesis H1 a, tidak terbukti di penelitian ini. Meskipun, tipe visual dari cybersex dijalankan dengan pasangan kencan, ditemukan bahwa remaja dengan kecemasan sosial yang rendah lebih sering melakukan perilaku seperti ini, dengan demikian menjawab hipotesis 1b.

Hipotesis hiburan (H2) dalam penelitian ini hanya didukung untuk komunikasi online oleh remaja pria dimaksudkan dalam komunikasi yang membangkitkan gairah seksual pasangan. Untuk itu, penelitian ini hipotesis hiburan telah terbukti.

Komentar

Postingan Populer